Zakat (bagian 1)

JAMA’AH PENGAJIAN
“Tarubudaya”
Jl. Panjaitan raya No. 5, Ungaran


Edisi 15/11/12           12 Nopember 2012

Zakat

Sebagaimana kita ketahui bahwa rukun islam ada lima. Salah satu diantaranya adalah zakat. Zakat menurut bahasa berarti suci/mensucikan atau mengembangkan. Sedangkan menurut syariat, zakat berarti mengeluarkan sesuatu atas satu jalan tertentu sebagai kewajiban kita sebagai ummat islam.
Didalam Al-Qur’an, kalimat yang sering dirangkai adalah wa aqimush sholata wa atuzzakata (dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat) dan diulang sebanyak lebih dari 30 kali. Ini mengandung pengertian bahwa 2 hal ini sangat penting dan harus dilakukan seiring sejalan, artinya jangan sampai mementingkan shalat saja dan melupakan zakat atau sebaliknya kita hanya mementingkan zakat dan mengabaikan shalatnya. Sebaiknya kita melakukan 2 hal diatas sesuai dengan kewajiban yang melekat pada diri kita.
Melaksanakan zakat hukumnya adalah wajib bagi yang berkewajiban. Dan ini berbeda dengan melaksanakan shalat, walaupun hukumnya sama-sama wajib, Shalat berlaku untuk siapa saja, beragama islam, berakal, dan masuk waktunya harus shalat.
Meskipun zakat hukumnya wajib, namun seiring dengan berjalannya waktu, manusia mulai bergeser tentang pola berpikir. Ada orang yang shalatnya rajin, tetapi tidak melakukan ibadah zakat. Pada hal Allah Swt benar-benar sangat keras ancaman-Nya terhadap orang-orang yang menyimpan/menumpuk  harta kekayaan dan melalaikan melaksanakan kewajiban zakat. Sebagaimana Allah berfirman didalam surat At-Taubah ayat 34:
. . . šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r&

“……Dan orang-orang  yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih.”

Kemudian Allah memberi gambaran siksaan yang pedih tersebut diatas dijelaskan dalam firman-Nya di surat At-Taubah ayat 35
tPöqtƒ 4yJøtä $ygøŠn=tæ Îû Í$tR zO¨Zygy_ 2uqõ3çGsù $pkÍ5 öNßgèd$t6Å_ öNåkæ5qãZã_ur öNèdâqßgàßur ( #x»yd $tB öNè?÷t\Ÿ2 ö/ä3Å¡àÿRL{ (#qè%räsù $tB ÷LäêZä. šcrâÏYõ3s? ÇÌÎÈ  

“Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”

Dari sinilah  maka Abu Bakar as siddiq saat diangkat sebagai kalifah, tugas pertama beliau memerangi 2 manusia. Pertama: Manusia yang murtad (keluar dari agama islam) dan Kedua: Manusia yang ingkar zakat. Karena mereka dianggap sebagai pembangkang sehingga harus diperangi.
Timbul pertanyaan, apakah semua wajib dizakati ? Yang wajib dizakati adalah :
1.        Hewan ternak.
Ada 3 hewan ternak yang wajib dizakati yaitu unta, sapi dan kambing. Diluar 3 hewan ternak tersebut tidak wajib dizakati. Namun apabila diluar 3 hewan tersebut ternyata nilainya melebihi nisab (batasan minimal wajib zakat) maka dapat dikenakan kewajiban zakat bentuk yang lain (perdagangan).
Besaran zakat yang harus dikeluarkan pada 3 hewan ternak tersebut adalah kalau kita memiliki 5 ekor unta maka zakatnya adalah satu ekor kambing. Kalau kita memiliki 30 ekor sapi maka zakatnya adalah satu ekor anak sapi. Sedangkan kalau kita memiliki 40 ekor kambing kita wajib mengeluarkan zakat satu ekor kambing.

2.       Pertanian.
 Ada 3 jenis hasil pertanian yang wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu anggur, kurma dan gandum. Apabila mempunyai diluar 3 jenis hasil pertanian tersebut, maka ulama mengkiaskan dalam makanan pokok.contoh padi. Walaupun tidak  termasuk 3 jenis hasil pertanian diatas tetap dikenakan zakat apabila telah memenuhi nisabnya. Karena padi dikiaskan sebagai makanan pokok.  Untuk mencapai satu nisab atas padi adalah +/-1.700 kg gabah atau +/- 716 kg beras. Dan zakat yang dikeluarkan untuk hasil pertanian adalah 5 % jika pertanian itu diairi dengan menggunakan pengairan (bayar airnya) dan 10 % jika pertanian itu diairi melalui air hujan atau mata air atau dengan kata lain gratis airnya.

3.        Harta.
Rasulullah hanya mengatakan harta yang wajib dizakati adalah emas dan perak.Karena kedua jenis harta ini di zaman Rasulullah adalah bisa sebagai alat tukar, sebagaimana uang yang beredar sekarang dan juga bisa disimpan sebagai harta simpanan.Kewajiban zakat terhadap emas dan perak didasarkan pada ketentuansebagai berikut:
Untuk emas batas minimal wajib jakat adalah sebanyak 20 misqal. Satu misqal sebanding dengan emas 20-22 karat sebanyak +/- 4,5 gram. Dengan demikian batas kena zakat untuk emas adalah +/- 90 gram. Sedangkan untuk perak batas minimal wajib zakat sebanyak 200 dirham.
Adapun besaran zakat emas dan perak adalah 2,5% Sebagaimana Rasulullah pernah bersabda: “Apabila engkau memiliki 200 dirham dan telah berlalu masa satu tahun, maka zakatnya 5 dirham.
Engkau tidak dikenai zakat emas sampai engkau memiliki 20 dinar. Jika engkau memiliki 20 dinar dan telah berlalu masa satu tahun, maka zakatnya setengah dinar.”

4.       Barang Dagangan
.Yang dimaksud barang dagangan adalah seluruh barang yang dibeli dengan niat untuk dijual lagi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Barang dagangan yang dikenai zakat adalah apabila telah mencapai satu nisab emas yaitu 90 gram emas. Untuk barang-barang yang dibeli dengan niat tidak untuk dijual lagi atau dikonsumsi atau dimanfaatkan sendiri tidak wajib dizakati. Adapun perhitungan nisab untuk barang dagangan adalah dilakukan pada setiap waktu sepanjang tahun (haul). Sedangkan penentuan nisab zakat pada barang dagangan adalah dengan nilainya, bukan barang dagangan itu sendiri. Penilaian barang dagangan dilakukan sesuai dengan harga yang berlaku pada saat itu bukan ketika memberli barang tersebut.






Sumber: Dikutip dari ceramah Ustad  Baidlowi
             Tanggal 22 Oktober 2012, di Tarubudaya


 

ADAB – ADAB DI DALAM MAJELIS ILMU


Berikut ini adalah beberapa adab di majelis ilmu yang kiranya penting untuk diperhatikan dan diamalkan oleh seorang penuntut ilmu. Adab-adab ini sengaja kami tulis dengan ringkas agar mudah diingat dan dipraktekkan. Di antara adab tersebut adalah:
1. Mengikhlaskan niat
2. Berpenampilan yang baik
3. Berlomba untuk berada di tempat terdepan
4. Menunjukkan akhlaq yang baik
5. Tenang dan fokus
6. Membaca Doa Kaffaratul Majelis
Adapun perinciannya sebagai berikut:

  1. 1.       Mengikhlaskan niat

Menuntut ilmu adalah ibadah yang mulia. Agar ibadah tersebut diterima oleh Allah ta’ala dan berbuah pahala, maka hendaknya seorang penuntut ilmu menjaga betul keikhlasan niatnya. Allah berfirman,

 “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (Al Bayyinah: 5)
Al Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya dengan apa seseorang meniatkan dirinya dalam menuntut ilmu? Maka beliau pun menjawab, “Hendaknya dia niatkan untuk mengangkat kebodohan dari dirinya dan dari diri orang lain.”

2. Tampil dengan penampilan yang baik

Hendaknya seorang penuntut ilmu tampil dengan penampilan yang bersih dan rapi, memakai minyak wangi sehingga tercium aroma yang menyegarkan dari dirinya. Di dalam hadits Jibril ketika beliau ‘alaihissalam datang ke majelis Rasulullah digambarkan bahwa beliau datang dengan penampilan yang baik. Umar radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,

“Muncul di hadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh..” (HR. Muslim dari Umar radhiyallahu ‘anhu)

3. Berlomba untuk berada di tempat terdepan

Dari Abu Waqid al-Harits bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu bahwasanya pada suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk dalam masjid beserta orang banyak. Lalu ada tiga orang yang datang.
Kedua orang itu berdiri di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun yang pertama, setelah ia melihat ada tempat yang lapang dalam majelis itu dia terus duduk di situ, orang yang kedua duduk di belakang orang banyak, sedangkan orang ketiga terus menyingkir dan pergi.
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai, beliau bersabda,
“Tidakkah engkau semua suka kalau saya memberitahukan perihal tiga orang? Adapun yang orang yang pertama (yang melihat ada tempat lapang terus duduk di situ – pent), maka ia menempatkan dirinya kepada Allah, kemudian Allah memberikan tempat padanya. Adapun yang lainnya (yang duduk di belakang orang banyak – pent), ia pemalu, maka Allah pun malu padanya, sedangkan yang seorang lagi (yang menyingkir dari majelis – pent), ia memalingkan diri, maka Allah juga berpaling dari orang itu.” (Muttafaq ‘alaih)
Namun apabila usahanya untuk duduk di depan itu akan mengganggu saudaranya yang lain dengan memaksa berdesak-desakan, maka hendaknya dia mengalah mencari tempat lain.



4. Berakhlaq yang baik dengan saudaranya yang berada di sekitarnya

Hendaknya seorang penuntut ilmu berakhlaq yang baik terhadap teman-teman dalam kajian tersebut. Seyogyanya dia berucap dan memperlakukan saudaranya dengan santun dan lemah lembut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
 “Dan bergaulah kepada manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. At Tirmidzi, dari Abu Dzar dan Muadz bin Jabal, hasan)

5. Tenang dan fokus dalam mendengarkan ceramah

Disebutkan dalam kitab Tadzkiratul Huffazh (1/242) dari Ahmad bin Sinan bahwasanya dulu di majelisnya Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah, tidak ada satu orang pun yang berbicara di dalam majelisnya, tidak ada satu orang pun yang meraut pena mereka, dan tidak ada satu orang pun yang berdiri. Seolah-olah di kepala mereka ada burung, atau seolah-olah mereka sedang berada dalam shalat.
Ini menunjukkan sikap yang tenang di dalam majelis ilmu, sehingga seorang bisa benar-benar fokus dan meraih faidah seoptimal mungkin.

6. Menutup setiap majelis dengan Doa kaffaratul Majelis
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 “Barang siapa yang duduk di dalam suatu majelis dan di majelis itu terjadi banyak suara hiruk pikuk, kemudian sebelum bubar dari majelis itu ia mengucapkan,

 “Maha suci Engkau ya Allah, dengan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwasanya tiada yang berhak disembah selain engkau, aku memohon ampunanmu dan aku bertaubat kepada-Mu”, melainkan Allah mengampuni apa yang terjadi di majlis itu baginya”. (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan dishahihkan oleh Al- Albani)

Catatan Tambahan:
Perlu juga ditambahkan di sini, hendaknya para penuntut ilmu yang hadir di sebuah kajian atau daurah mematuhi peraturan yang dibuat oleh panitia demi kelancaran dan ketertiban acara kajian, seperti merekam pada tempat yang telah disediakan, tidak mengaktifkan HP, dll. Ini termasuk ke dalam bab ta’aawun, tolong menolong di dalam kebaikan. Allah berfirman,

 “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (Al Ma’idah: 2)


Wallahu ta’ala a’lam bisshawab. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad, keluarga, sahabat serta para pengikutnya.
 
diooda